KOMISIONER KPU KALIMANTAN UTARA

Foto bersama Komisioner KPU dan sekretaris Kalimantan Utara 2015-2019

I'M JOURNALIST, NOT YOUR ENEMY

Menjadi seorang jurnalis Televisi adalah pengalaman yang sangat luar biasa, terimakasih Publik Khatulistiwa Televisi (PKTV) dan IJTI Kaltim

MENDIDIK ADALAH KEWAJIBAN

Sebuah perjalanan dan kehormatan dapat mengabdikan diri menjadi tenaga pengajar dan waka kesiswaan di SMK Manahijul Huda Pati

LIPUTAN ADALAH HOBI

Memberikan sebuah fakta kepada masyarakat melalui layar kaca adalah sebuah kepuasan batin tersendiri

BERKIBAR PANJI GERAKAN

Pergerakan merupakan gerakan dari titik yang tidak baik menuju baik, dari yang baik menuju yang lebih baik...tidak stagnan

"TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA, SEMOGA BERMANFAAT...!! SALAM"

Jumat, 21 Oktober 2011

Kemana Petani Muda??


Indonesia sebagai negara agraris mempunyai potensi alam yang kaya, subur, gemah ripah loh jinawi. Sebagaimana ungkapan “tongkat kayu di lempar jadi tanaman” menunjukkan betapa suburnya bangsa ini hingga banyak negara lain yang iri dengan potensi kekayaan Indonesia. Kesuburan tanah inilah yang kemudian menjadikan pertanian jadi tumpuan hidup mayoritas penduduk Indonesia sehingga sektor pertanian telah banyak menyumbang devisa bagi negara. 

Dalam sejarahnya, peran petani juga tidak bisa di nafikkan dalam perjalanan bangsa ini. Di era merebut kemerdekaan barisan petani berada di garda depan tanpa rasa takut, meskipun hanya bersenjatakan bambu runcing. Para petani juga berperan besar dalam pemenuhan support makanan kepada para pejuang yang terus melakukan perlawanan terhadap panjajah. Pentingnya logistik makanan dalam medan perang sama pentingnya dengan teknologi senjata, dalam bahasanya bung Karno food as weppon. Hingga sampai sekarang, petani juga masih menjadi ujung tombak dalam pemenuhan makanan seluruh rakyat Indonesia. Bisa dikatakan, salah satu kekuatan Indonesia ada di petani. Di sisi yang lain, kalau melihat kondisi diperdesaan, banyak petani yang masih belum bisa hidup sejahtera. Kondisi yang didapat petani ini tidak sepadan dengan apa yang telah mereka berikan kepada bangsa ini. 

Dalam puasa tahun ini, saya sering menghabiskan waktu menunggu buka puasa di sawah untuk sekedar melihat padi saudara, dalam trend bahasa anak muda sekarang dikenal dengan istilah “ngabuburit”. Di sepanjang hamparan sawah, beberapa kali saya hanya menjumpai sosok tua yang masih memegang cangkul dan sabit. Jarang saya jumpai sosok muda yang masih bertani. Mungkin, baginya dunia pertanian sudah tidak menarik lagi karena tidak menjanjikan sebuah kemakmuran. Dan merantau ke kota besar seperti menjadi buruh bangunan, buruh pabrik telah menjadi pilihan dibanyak kalangan pemuda sekarang, bahkan sebagian menjadikan rantau sebagai gaya hidupnya. Di benakku timbul beberapa pertanyaan, bagaimana kalau tidak ada regenerasi petani dan petani tua sudah tidak ada? Bagaimana kecukupan pangan bagi Indonesia? Akankah bangsa ini kembali ke tahun 60-an,  menjadi pengimpor beras terbesar di dunia? Ataukah beralih mengkonsumsi bahan makanan instant pabrikan?

Sejarah Indonesia mencatat, betapa kaum muda mempunyai peranan penting dalam pergolakan sosial politik dalam membangun sebuah bangsa. Peranan kaum muda, sebagaimana disebut sebagai pemuda, dapat dilihat dari pergerakan pada masa sebelum kemerdekaan, masa revolusi kemerdekaan, masa rezim Orde Lama, dan pada masa rezim Orde Baru hingga pembangunan di era reformasi begitu besar. Meskipun dalam perjalanannya pernah ada ditunggangi oleh kepentingan politik seperti penggulingan terhadap Soekarno, para pemuda dan mahasiswa telah ditunggangi kalangan militer khususnya angkatan darat. 

Peran penting pemuda ini juga sempat dicatat Clifford Geertz meskipun bukan bagian utama dari penelitiannya. Dalam bukunya The Religion Of Java (1981), Geertz menyatakan bahwa, diantara kelompok-kelompok penting dalam perubahan sosial di Jawa ini adalah kelompok pemuda. Menurut Karl Mannheim (1950), pemuda dengan karakteristik yang khas, merupakan kekuatan tersebunyi sebagai agen pembaharuan (revitalizing agent) dalam setiap masyarakat. 

Dari beberapa pengamatan terhadap kaum muda terdidik, seperti mahasiswa fakultas pertanian, ataupun siswa yang sekolah di kejuruan pertanian, setelah mereka lulus, teramat jarang yang terjun di dunia pertanian. Kebanyakan mereka bekerja di luar sektor pertanian, kalaupun ada mereka menjadi penyuluh pertanian, bukan sebagai petani  yang kembali ke sawah berlumpur untuk menanam padi. Pernah suatu ketika saya tanya seorang sarjana pertanian, kenapa bekerja menjadi guru bahasa Inggris yang sebenarnya tidak menjadi kompetensinya, kok tidak menerapkan ilmunya di dunia pertanian. Larang-larang kuliah mosok lulus nyekel pacul mas…mas../mahal-mahal kuliah masak lulus pegang cangkul mas…mas” jawab sang sarjana.  

Ntah karena gengsi atau apa, yang pasti bertani sudah tidak menarik baginya. Seakan petani menjadi pekerjaan bagi kaum bawah (grasrood), bukan bagi dia, seorang sarjana. Atau ada hal lain, mungkin karena kebanyakan para petani dilihat dari status sosial menduduki peringkat terbawah. Meskipun punya lahan sendiri, nampak kesejahteraan tidak berpihak kepadanya. Kalaupun dia berpikir demikian, kata seorang kawan “kualat mengko karo petani, suwe-suwe ora iso mangan sego”.

Dari sekian ribu pemuda di daerah Pati utara, saya hanya menemuai sebagian kecil pemuda yang bertani. Mereka bernama Ro’uf, Anam, Rony dan Maidi. Umurannya masih teramat muda, Rouf kelahiran tahun 1984 dan sekarang sudah berumur 26 tahun, Anam menginjak umur 25 tahun dan lainnya lebih tua sedikit diatasnya. Mereka memulai bertani sudah beberapa tahun silam, sejak kecil sudah diajarkan bagaimana bertani dan sampai sekarang masih dipraktekkan dengan mengelola lahan persawahan milik keluarganya. Meskipun tidak sebanding, mereka layaknya Sukarno, Syahrir dan Tan Malaka yang mengawali pergerakan revolusi mewujudkan kemerdekaan dari usia muda.  

Hampir setiap malam, kami bertemu, berkumpul dan berdiskusi terkait masalah pertanian. Meskipun saya tidak dilahirkan dari keluarga petani, saya sedikit tahu tentang bagaimana cara bertani dan permasalahan-permasalahan petani. Memang mereka dan petani tua lainnya, merupakan kawan sekaligus guru yang banyak memberikan ilmu dan bersedia menularkan pengalaman bertani. Untuk mereka, saya ucapkan terima kasih. 

Salam hormatku untukmu kawan
Yang menjadikan bertani sebagai pilihan
Jika kau kuasai pangan
Kau sudah mengusai separo dari Negara
Jika kau berserikat
Satu langkah lagi kekuasaan menjadi milikmu
Tapi Ingat…..!!!
Jangan saling hisap antar saudara
Karena kekuatanmu ada pada saudaramu
Kawan, jangan sampai kau dijadikan komoditi…..

Chairullizza

Pati, 8 September 2010

Rabu, 19 Oktober 2011

Tradisi Ngijing Dalam Kacamata Budaya Jawa


Kebudayaan Jawa merupakan salah satu unsur kebudayaan nasional yang memiliki fundamental yang sangat kuat dalam masyarakat, khususnya masyarakat Jawa dan masyarakat Indonesia pada umumnya. Hal ini karena suku Jawa merupakan suku/etnis yang terbesar di Indonesia, sehingga budaya Jawa dalam perkembangannya mempunyai daya dukung yang lebih tinggi, ini merupakan potensi yang sangat menggembirakan dalam upaya pengembangan budaya dan pemikiran Jawa. Daya dukung yang demikian besar ini ternyata sangat berpengaruh dalam berbagai aspek kenegaraan dan kebudayaan berkaitan dengan kejawaan lebih mendominasi dan mewarnai, dibandingkan suku-suku yang lain.
Kebudayaan Jawa dapat dikatakan sebagai salah satu tiang kebudayaan nasional. Disadari atau tidak, sistem nilai yang berlaku dalam masyarakat, banyak didominasi oleh nilai moral dalam kebudayaan Jawa, sehingga usaha pelestarian budaya Jawa dilakukan melalui berbagai jalan agar tidak ditinggalkan oleh masyarakat Jawa sendiri.
Dalam sejarahnya, perkembangan kebudayaan masyarakat Jawa mengalami akulturasi dengan berbagai bentuk kultur yang ada. Oleh karena itu corak dan bentuknya diwarnai oleh berbagai unsur budaya yang bermacam-macam. Setiap masyarakat Jawa memiliki kebudayaan yang berbeda. Hal ini dikarenakan oleh kondisi sosial budaya masyarakat antara yang satu dengan yang lain berbeda. Kebudayaan sebagai cara merasa dan cara berpikir yang  menyatakan diri dalam seluruh segi kehidupan kelompok manusia yang membentuk kesatuan sosial dalam suatu ruang dan waktu. Salah satu unsur budaya Jawa yang menonjol adalah adat istiadat atau tradisi kejawen.
Hasil pemikiran, cipta dan karya manusia merupakan kebudayaan yang berkembang pada masyarakat, pikiran dan perbuatan yang dilakukan oleh manusia secara terus menerus pada akhirnya menjadi sebuah tradisi. Tradisi merupakan   proses situasi kemasyarakatan yang di dalamnya unsur-unsur dari warisan kebudayaan dan dipindahkan dari generasi ke generasi. Di kalangan masyarakat Jawa terdapat kepercayaan adanya hubungan yang sangat baik antara manusia dan yang gaib. Oleh karena itu perlu dilakukan berbagai ritual sakral. Geertz menuturkan bahwa hubungan manusia dengan yang gaib dalam dimensi kehidupan termasuk cabang kebudayaan.
Seperti yang masih dilakukan oleh masyarakat Jawa yakni di dusun Mudal Cangkringan Sleman Yogyakarta, mereka mengadakan upacara tradisi Ngijing pada Upacara Selametan Nyewu. Tradisi ini merupakan implementasi kepercayaan mereka akan adanya hubungan yang baik antara manusia dengan yang gaib. Tradisi ini telah lama ada bahkan sampai sekarang masih tetap dilakukan. Tradisi Ngijing merupakan suatu jenis kebudayaan lokal tradisional orang Jawa. Dengan demikian tradisi Ngijing dapat diklasifikasikan sebagai kebudayaan Jawa.
Ngijing berasal dari kata kijing (nisan), sedangkan ngijing berarti pemasangan kijing (nisan). Tradisi Ngijing pada upacara Selametan Nyewu merupakan salah satu bentuk upacara tradisi yang diwariskan  leluhur. Upacara itu dilaksanakan di pemakaman setempat atau yang lebih dikenal dengan nama pasareyan.
Pelaksanaan tradisi Ngijing ini merupakan simbol ketaatan kepada tradisi leluhur sebagai penerus tradisi yang pernah ada. Di samping itu, tradisi Ngijing  berfungsi menjaga pandangan masyarakat tentang status sosial seseorang. Orang yang tidak melakukan tradisi tersebut, walaupun tidak disingkirkan atau di asingkan, tetapi akan mendapat kesan negatif dari anggota masyarakat lainnya. Kesan negatif yang paling sering terjadi adalah diasingkan dalam pergaulan sehari-hari, karena dianggap tidak menghormati leluhur.
Sebelum prosesi Ngijing dilaksanakan  ada tiga tahapan yang dirangkai dalam tiga malam. Tahap pertama yaitu tahlilan yang dilakukan pada malam pertama dari tiga malam Tahap kedua yaitu malam kedua sebelum prosesi mengadakan yasinan. Tahap ketiga yaitu satu malam sebelum prosesi, orang yang berhajat mengadakan khataman al-Qur'an. Biasanya, tradisi Ngijing ini dilakukan pada hari keempat dengan bantuan warga setempat. Perlengkapan dan peralatan yang dibutuhkan dibawa termasuk nampan berisi sesajen.
Setelah keluarga yang punya hajat dan modin (ulama kampung) memulai memasuki area pemakaman. Tradisi ini diawali dengan do’a oleh modin dengan posisi di selatan makam, selanjutnya modin memulai pembongkaran makam dengan mencangkul tanah makam dengan dibantu beberapa warga secara bergantian. Penggalian makam terus dilakukan sampai terlihat pasak. Pasak yang terlihat tadi, kemudian diambil satu persatu dengan hati-hati dimulai dari pasak yang menutupi tulang kaki almarhum. Setelah semua pasak telah diangkat maka nampaklah tulang-belulang yang telah berusia seribu hari. Kemudian modin berdiri disebelah timur makam dan menghadap Qiblat lalu membacakan doa-doa keselamatan bagi si almarhum di akhirat dan bagi keluarga yang ditinggalkan didunia.
Setelah doa selesai dibacakan, mereka mulai menutupi liang makam dengan tanah dan meletakkan kijing di atas altar. Kemudian modin meminta orang yang paling tua dari keluarga yang melaksanakan tradisi Ngijing untuk meletakkan dua stupa kijing yang terletak di atas kedua ujung kijing. Pemasangan stupa kijing dimulai dari stupa kepala dengan di sertai kalimat doa berbahasa Jawa sesuai keinginan orang tersebut. Inti dari doa tersebut berisi tentang permohonan keselamatan almarhum di akhirat dan mohon akan bimbingannya di akhirat kelak. Selanjutnya, stupa kaki di pasang, maka lengkaplah proses pelaksanaan tradisi ngijing pada upacara selamatan nyewu.
Unsur-unsur animisme-dinamisme hingga kini pengaruhnya masih mewarnai sendi-sendi kehidupan mayarakat, terutama dalam ritualitas kebudayaan. Hal ini bisa diamati pada seremonial-seremonial budaya dalam masyarakat masih menunjukkan akan kepercayaannya terhadap makhluk supranatural. Meskipun demikian pada kenyataannya tradisi Ngijing tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat Islam.
Kentalnya warna animisme-dinamisme dalam Tradisi Ngijing tidaklah kemudian dimaknai sebagai bentuk sinkretis, melainkan suatu bentuk dari kemampuan adaptasi kultural yang dimiliki oleh masyarakat setempat untuk mempertahankan nilai-nilai luhur yang melembaga dalam ritualitas kebudayaan masyarakat Jawa. ®


Bahan Bacaan                       
A. Syahri, Implementasi Agama Islam Pada Masyarakat,  Jakarta: Depag, 1985.
Asmoro Ahmadi, "Mengungkapkan Pemikiran Jawa", Jurnal Teologi, No.  44, Februari, Semarang: IAIN Walisongo, 1998.
Clifford Geertz, Abangan, Santri dan Priyayi Dalam Masyarakat Jawa, Terj. Aswab Mahasin, Jakarta: Pustaka Jawa, 1983.
DR. Musa Asy’arie, Filsafat Islam tentang kebudayaan, Yogyakarta: Lesfi, 1999.
Frans Magnis Suseno, Etika Jawa Sebuah Analisa Falsafi Tentang Kebijaksanaan Hidup Orang Jawa, Jakarta: Gramedia, 1999.
Karkono Kamajaya Partokusumo, Kebudayaan Jawa; Perpaduannya  dengan Islam, Yogyakarta, Ikatan Penerbit Indonesia, 1995.
Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa, Jakarta: Balai Pustaka, 1984.
_____________, Manusia dan kebudayaan di Indonesia, Jakarta: Penerbit Djembatan, 1980.
Marbangun Hardjowirogo, Manusia Jawa, Jakarta, Inti Idayu Press, 1986.
Thomas Dawes Elliot, dalam Henry Pratt Fair Child (ed.), Dictionary of Sociology and Related Sciences, New Jersey: Little Field, Adam & Co., 1975.

Liberalisasi Perdagangan Pangan VS Nasib Pak Tani


Mekanisme perdagangan melalui penciptaan kebijakan perdagangan bebas “free trade”, berhasil dengan ditandatanganinya kesepakatan internasional tentang perdagangan pada bulan April 1994 setelah melalui proses yang sulit di Marrakesh, Maroko, yaitu suatu perjanjian internasional perdagangan yang dikenal dengan General Agreement on Tariff and Trade (GATT). Pada tahun 1995 suatu organisasi perdagangan dan kontrol perdagangan dunia yang dikenal dengan World Trade Organization (WTO) didirikan, dan sejak itu WTO mengambil alih fungsi GATT. Indonesia merupakan salah satu negara pendiri WTO dan telah meratifikasi Persetujuan Pembentukan WTO melalui UU No. 7/1994. Posisi Indonesia mengetuai Grup 33 (G-33) gabungan negara – negara berkembang.
Organisasi perdagangan dunia atau WTO (Word Trade Organization) merupakan satu-satunya badan internasional yang secara khusus mengatur masalah perdagangan antar negara. Sistem perdagangan multilateral WTO diatur melalui suatu persetujuan yang berisi aturan-aturan dasar perdagangan internasional sebagai hasil perundingan yang telah ditandatangani oleh negara-negara anggota. Setelah WTO lahir, Multilateral Trade Agreement yang diatur WTO meliputi tiga bidang, yaitu perdagangan barang (Trade In Goods), perdagangan jasa (Trade In Servise), dan HAKI terkait perdagangan atau TRIPs (Trade Related Intellectual Property Right).
Pasar bebas di ASEAN disebut dengan AFTA yang berjalan mulai tahun 2003 dan untuk wilayah Asia Pasifik kita kenal dengan APEC akan berjalan mulai tahun 2020, hasil pertemuan APEC di Bogor pada tahun 1992. Dengan  AFTA ini, negara - negara anggota ASEAN akan mempraktekkan liberalisasi perdagangan antar sesama anggota. Artinya, produk negara anggota ASEAN bisa dijual dengan leluasa di negara – negara anggota lainnya, tanpa bea masuk sebagaimana yang selama ini terjadi. Selain itu, baru-baru ini telah terjadi kesepakan perdagangan bebas antara Cina dan ASEAN dengan sebutan ACFTA (ASEAN Cina Free Trade Area).
Tanpa bea masuk ini berarti merupakan penghematan yang luar biasa terhadap cost dari produk luar negeri tersebut. Artinya, akan berbeda dengan praktek selama ini: yaitu, cost sangat banyak dikeluarkan untuk bea masuk. Terlebih lagi untuk barang-barang tertentu, yang karena ada proteksi dari pemerintah, maka harus ada bea masuk yang sangat tinggi. Dengan tanpa bea masuk ini berarti bahwa produk luar negeri atau barang impor tadi akan mampu menekan biaya sampai dengan semurah-murahnya.
Dengan adanya produk luar negeri yang murah tesebut akan menguntungkan para konsumen, lantaran mereka bisa memilih produk di bawah bayang – bayang persaingan harga. Prinsip mendapatkan barang yang sebagus – bagusnya dengan harga yang semurah – murahnya. Di lihat dari segi ekonomi, seseorang sebagai konsumen akan merasa senang jika ia mendapatkan keuntungan lebih banyak sementara orang lain mendapatkan lebih sedikit.
Kalau dampak liberalisasi perdagangan terhadap konsumen bisa dikatakan sangat positif dan menguntungkan, namun pelaksanaan liberalisasi perdagangan terhadap produsen dalam negeri tidak mustahil akan berdampak negatif. Dan dalam waktu bersamaan, manusia yang sama, ketika menjadi konsumen sangat beruntung dengan adanya pasar bebas, ketika ia menjadi produsen termasuk sebagai pekerja untuk produsen, akan terpukul. Produk dalam negeri akan bersaing ketat dengan barang-barang impor. Produk dalam negeri tidak mustahil akan menjadi barang yang kualitasnya lebih rendah, namun harganya justeru lebih mahal dibanding dengan barang impor. Yang jadi pertanyaan adalah bagaimana dengan kesiapan Indonesia terhadap liberalisasi perdagangaan dan petani Indonesia menghadapi liberalisasi perdagangan pangan?

Mengenal  Liberalisasi Perdagangan
                Liberalisasi perdagangan adalah sebuah tata perdagangan internasional bebas hambatan yang dipaksakan oleh para penguasa dan pengusaha negara-negara industri maju melalui lembaga-lembaga keuangan dan perdagangan internasional seperti Bank Dunia, Dana Moneter Internasional (IMF) dan WTO. Menurut Francis Fukuyama, liberalisasi perdagangan adalah pengakuan terhadap hak-hak untuk melakukan aktifitas ekonomi bebas dan pertukaran ekonomi berdasarkan kepemilikan pribadi dan pasar. Inti dasar liberalisasi perdagangan adalah bahwa setiap individu diberi hak untuk mengejar kepentingannya (interest).
                Membicarakan liberalisasi perdagangan, tidak bisa lepas dari pembahasan mengenai kapitalisme dan neoliberalisme. Kapitalisme ini adalah system ekonominya. Menurut Karl Marx, kapitalisme adalah system sosio-ekonomi yang dibangun dari proses produksi bukan dari dagang, riba, memeras ataupun mencuri secara langsung.
Liberalisasi perdagangan ini didasari oleh paham neoliberalisme. Paham ini memperjuangkan Liessez faire (persaingan bebas) yakni paham yang memperjuangkan hak-hak atas pemilikan dan kebebasan individual. Paham ini lebih percaya pada kekuatan pasar untuk menyelesaikan masalah sosial ketimbang melalui regulasi negara. Dewasa ini prinsip laissez faire diartikan sebagai tiadanya intervensi pemerintah sehingga timbullah individualisme ekonomi dan kebebasan ekonomi.
Neoliberalisme dirumuskan dan dipropagandakan sejak decade 1940-an oleh Friedrick Von Hoyek dan Murinya Milton Friedman dari Universitas Chicago. Dalam sejarah pemikiran ekonomi, neoliberalisme berakar dari ekonomi klasik yang dikonseptualisasikan oleh Adam Smith (1723-1790), David Ricardo (1772-1823), dan Herbert Spencer (1820-1903).
Adam Smith (1723-1790) dalam karyanya yang berjudul An Inquiry into the Nature and Causes of The Wealth of Nation (1776), menggagas penghapusan intervensi pemerinth dalam ekonomi. Pemerintah harus membiarkan mekanisme pasar bekerja, pemerintah harus melakukan deregulasi, dengan mengurangi segenap retriksi pada industri, mencabut semua rintangan birokratis perdagangan, ataupun menghilangkan tarif bagi perdagangan demi menjamin terwujudnya free trade. Dengan demikian, liberalisasi disini berkonotasi bebas dari kontrol pemerintah, atau kebebasan individu untuk menjalankan persaingan bebas.
Dalam konsep ekonominya Adam Smith, yang merupakan mesin pertumbuhan ekonomi adalah (1) the devision of labor (pembagian kerja), (2) accumulation of capital (akumulasi modal), dan (3) technological progress (kemajuan teknologi). Itulah yang Smith uraikan dan teorikan secara detail dalam bukunya, The Wealth of Nation. Tiga ciri itu juga sekaligus ciri paham ekonomi kapitalisme.
Adam Smith juga pemikir pertama yang mengarahkan tujuan produksi kepada konsumen. Konsumsi baginya adalah tujuan utama proses produksi. Dengan demikian, motivasi produsen harus ditujukan pada pemenuhan kebutuhan konsumen. Konsumsi merupakan titik awal teori ekonomi klasik pada tingkat mikro, makro dan internasional. Konsumen adalah raja yang berkuasa yang akan menentukan apa yang harus diproduksi, apa yang tidak perlu diproduksi dan seberapa banyak. Produsen bersaing satu sama lain untuk memuaskan permintaan konsumen dengan cara yang paling menguntungkan. Oleh karena itu, harga baik tingkat nasional maupun internasional ditentukan oleh penawaran dan permintaan. Dengan adanya kompetisi dalam liberalisasi perdagangan, maka disamping kualitas produk juga harga produk akan menjadi persaingan antara produk impor dan lokal. Artinya, produk yang harganya paling murah dan paling berkualitas serta yang paling memberi jaminan akan menang dalam persaingan bebas.
Pendekatan liberalisasi perdagangan mewakili paradigma yang sangat berbeda. Paradigma ini mendukung dilakukannya pengurangan atau peniadaan peraturan negara atas pasar, membiarkan berkuasanya “kekuatan pasar bebas”, serta hak dan kebebasan yang luas bagi perusahaan besar mendominasi pasar. Liberalisasi perdagangan dilandasi filsafat ekonomi liberal yaitu percaya pada kebebasan individu (personal liberty), pemilikan pribadi (private property), dan inisiatif individu serta usaha swasta (private interprise).
Pendekatan paradigma pasar bebas tersebut mendukung filsafat sosial ala Darwin dimana “setiap orang hidup untuk dirinya sendiri, setiap perusahaan untuk perusahaan itu sendiri, dan setiap negara untuk negara itu sendiri”. Dalam kerangka hukum rimba sosial seperti itu, hak individu dan perusahaan untuk menuntut kebebasan dalam mencari keuntungan dan laba, serta hak untuk mendapatkan akses pasar dan akses sumber daya dari negara – negara lain dimanapun dimuka bumi ini, untuk merealisasi hak mereka dalam meraup keuntungan.
Pandangan neoliberalisme menyatakan liberalisasi perdagangan sebagai yang terbaik dan satu – satunya formula untuk efisiensi dan pengembangan ekonomi negara-negara miskin dalam ekspor dunia. Liberalisasi perdagangan (pasar bebas) kemudian menjadi kunci untuk memecahkan berbagai masalah pertumbuhan ekonomi. Pasar bebas tiba-tiba telah menjadi kata kunci yang dipercayai sebagai jalan menuju kemakmuran dan pertumbuhan ekonomi. Orang mulai percaya bahwa apa yang dianggap akan menghalangi berlakunya pasar bebas adalah sesuatu yang menghalangi jalan menuju kemakmuran dan oleh karena itu harus segera disingkirkan.

Kesepakatan yang Menyengsarakan
Terbentuknya GATT (General Agreement on Tariff and Trade) pada tahun 1947, yang berfungsi meletakkan peraturan dasar menegenai perdagangan internasional. GATT berawal dari sebuah klub yang terdiri dari 23 negara industri eropa dan Amerika Utara yang ditujukan guna menghidupkan perdagangan paska perang dunia II. GATT tumbuh dengan memasukkan 115 negara sebagai anggota; 84 diantaranya adalah negara sedang berkembang menurut kriteria UNDP.
Pada awalnya GATT ditujukan untuk membentuk International Trade Organization (ITO), suatu badan khusus PBB yang merupakan bagian dari sistem Bretton Woods (IMF dan bank Dunia). Meskipun Piagam ITO akhirnya disetujui dalam UN Conference on Trade and Development di Havana pada bulan Maret 1948, proses ratifikasi oleh lembaga-lembaga legislatif negara tidak berjalan lancar. Tantangan paling serius berasal dari kongres Amerika Serikat, yang walaupun sebagai pencetus, AS tidak meratifikasi Piagam Havana sehingga ITO secara efektif tidak dapat dilaksanakan.
Pada dasarnya GATT memuat ketentuan bahwa barang harus mendapatkan kebebasan masuk ke negara pengimpor, tetapi suatu negara pengimpor boleh mengenakan bea. GATT menyediakan perundingan bagi bea, tetapi juga memperbolehkan langkah-langkah bukan bea dalam situsi tertentu. GATT bukanlah sebuah organisasi, melainkan sebuah kesepakatan. Antara tahun 1947 sampai 1979 terdapat enam putaran perundingan yang membahas bea, tapi putaran ketujuh yang dikenal dengan putaran Tokyo (1973-1979) mulai membahas hal-hal lain yang bukan bea, membahas perdagangan tidak adil dan perlakuan bebeda serta lebih menguntungkan bagi negara-negara berkembang.
Putaran yang paling menentukan berlangsungnya dalam kurun waktu 1986 dan 1994 –dikenal dengan putaran Uruguay- dimana lahir Organisasi perdagangan dunia atau WTO (Word Trade Organization). WTO merupakan satu-satunya badan internasional yang secara khusus mengatur masalah perdagangan antar negara. Sistem perdagangan multilateral WTO diatur melalui suatu persetujuan yang berisi aturan-aturan dasar perdagangan internasional sebagai hasil perundingan yang telah ditandatangani oleh negara-negara anggota. Setelah WTO lahir, Multilateral Trade Agreement yang diatur WTO meliputi tiga bidang, yaitu perdagangan barang (trade in goods),perdagangan jasa (trade in servise), dan HaKi terkait perdagangan atau TRIPs (Trade Related Intellectual Property Right).
WTO secara resmi berdiri dan beroperasi pada tanggal 1 Januari 1995, dan sejak itu WTO mengambil alih fungsi GATT. Indonesia merupakan salah satu negara pendiri WTO dan telah meratifikasi Persetujuan Pembentukan WTO melalui UU NO. 7/1994.
Secara umum, Paket Persetujuan Putaran Uruguay mencakup tiga hal utama sebagai berikut :
1.      Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia sebagai pengganti Sekretaiat GATT yang selanjutnya akan mengadministrasikan dan mengawasi pelaksanaan persetujuan perdagangan serta menyelesaikan sengketa dagang di antara negara anggota.
2.      Penurunan tarif impor berbagai komoditi perdagangan secara menyeluruh, dan akses pasar domestik dengan mengurangi berbagi hambatan/proteksi perdagangan yang ada.
3.      Pengaturan baru di bidang aspek-aspek dagang yang terkait dengan Hak Atas Kekayaan Itelektual, ketentuan investasi yang terkait dengan perdagangan, dan perdagangan jasa.
Sejak berdirinya, setiap dua tahun sekali WTO menyelenggarakan konferensi tertinggi yang dihadiri oleh seluruh anggotanya. Keputusan-keputusan yang dihasilkan oleh WTO bersifat legal binding (mengikat secara hokum). Persetujuan tersebut merupakan kontrak antar negara-anggota yang mengikat pemerintah untuk mematuhinya dalam pelaksanaan kebijakan perdagangannya. Negara yang merlanggar perjanjian akan dikenai sanksi hukuman. Menurut statuta WTO kedudukan semua anggota adalah sama dan stara, dan keputusan-keputusan selalu diambil lewat sebuah konsensus di antara negara-negara anggota.
 Salah satu kesepakatan WTO adalah Persetujuan Bidang Pertanian (Agreement on Agriculture/ AoA) yang berlaku sejak tanggal 1 Januari 1995 bertujuan untuk  melakukan reformasi kebijakan perdagangan di bidang pertanian dalam rangka menciptakan suatu sistem perdagangan pertanian yang adil dan berorientasi pasar. Program reformasi tersebut berisi komitmen-komitmen spesifik untuk mengurangi subsidi domestik, subsidi ekspor dan meningkatkan akses pasar melalui penciptaan peraturan dan disiplin yang kuat dan efektif. Persetujuan AoA yang menyatakan bahwa setiap anggota WTO diwajibkan untuk mengurangi secara bertahap subsidi pada bidang pertanian. Peranan pemerintah ini terwujud untuk penghilangan dan pengurangan bea masuk impor beras. Sejak tahun 1997 diterapkan liberalisasi pangan dan penyingkiran BULOG, liberalisasi pupuk lewat penyingkiran PUSRI, penghapusan tarif bea masuk pertanian hingga 0 %. Pada pertengahan tahun 2000 (pemereintahan Abdurrahman Wahid) menetapkan bea masuk 30 persen.
Selain itu, WTO menerapkan TRIPs (Trade Related Intelektual Property Rights) yang diratifikasi pemerintah ke dalam perundangan-undangan nasional. berupa Hak-hak Kekayaan Intelektual (HaKi) DPR sudah menyetujui Undang-undang, terutama UU No. 15/2000 tentang paten, UU No. 29/2000 tentang Varietas Tanaman. Undang-undang tersebut berpotensi merugikan dan meminggirkan perekonomian rakyat Indonesia. UU varietas tanaman akan sangat merugikan petani dan masyarakat pemilik benih-benih tradisional dan menguntungkan perusahaan-perusahaan multinasional, yang disebut sebagai bio-piracy (pembajakan hayati).

Petani Jadi Korban
Tentunya kita tahu bahwa hampir seluruh rakyat Indonesia bergantung pada sektor pertanian. Ketika krisis pangan melanda Indonesia, maka hampir dipastikan konsumsi rakyat Indonesia yang menggantungkan dirinya pada sektor pertanian juga menjadi terganggu. Rakyat Indonesia harus kembali berpikir keras bagaimana mereka bisa menyambung hidup dengan bahan makanan pokok yang sudah sangat melambung tinggi.
Ketika harga melonjak sedikit saja, maka kesejahteraan rakyat semakin terpuruk. Karena jelas konsumsi pangan menyumbang sebagian besar dari seluruh pengeluaran rumah tangga miskin. Maka dari itu ketika pengelolaan sektor pertanian menjadi salah urus, bahkan berpihak kepada kepentingan kaum kapitalis, maka jelas juga pemerintah Indonesia tidak berpihak kepada rakyat.
Modernisasi pertanian di Indonesia berpangkal dari dua tipe ekonomi usaha tani, sumber daya perdesaan kita yaitu petani penghasil pangan (padi) dan sebagian lain, terutama di luar jawa petani hasil perdagangan dan ekspor. Jenis pertama dibebani tugas penyediakan makanan pokok penduduk (beras), pendukung industrialisasi dalam perekonomian nasional yang dikembangkan dan jenis kedua menghasilkan devisa bersama subsektor perkebunan besar yang juga diperluas dan diperbaharui.
Indonesia sebagai negara agraris, ternyata merupakan pengimpor beras terbesar di dunia setelah Rusia.  Tanggal 1 November 2005, Pemerintah mengeluarkan izin bagi Perum Bulog untuk mengimpor 70.500 ton beras dari Vietnam. Harga beras impor lebih murah daripada beras lokal. Hal ini mengakibatkan produksi beras di Indonesia dapat dihancurkan dengan mudahnya oleh impor murah tersebut. Pasalnya sejumlah beras impor ini mengakibatkan harga eceran turun.
Menurut data departemen pertanian dari bulan juli 2005 sampai bulan juni 2006 (1 tahun), impor beras dari negara lain lebih besar daripada ekspor beras Indonesia. Impor beras berdasarkan dari negara tujuan sebesar 459.979.759,00 kg dan ekspor beras sebesar  951.149,00 kg. Kebijakan ekspor dan impor hasil pertanian dan komoditi lainnya secara bebas tersebut adalah dalam rangka menggusur kemampuan petani kecil sebagai penghasil pangan lokal. Hal ini adalah akibat dari kebijakan neoliberal untuk menghapus subsidi kepada petani dan menghapus tarif hasil pertanian dalam rangka kompetisi bebas antara petani dan TNCs, dimana petani yang tak sanggup bersaing akan gulung tikar. Wallahu A'lam… Chairullizza
Bahan Bacaan
A. Midyamartawa dan AB. Widyanta, Globalisasi Kemiskinan dan ketimpangan, Yogyakarta: CPRC, 2004.
A. Qodri Azizy, Melawan Globalisasi, Reinterpretasi Ajaran Islam (persiapan SDM dan terciptanya Masyarakat Madani), Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003.
A. Widyamartaya dan JD. Bowo Santoso, Enclosures of The Mind: Intelektual Monopolies, Yogyakarta: CPRC, 2004.
Eko Prasetyo, Islam Kiri Melawan Kapitalisme Modal Dari Wacana Menuju Gerakan, Yogyakarta: INSIST Press dan Pustaka Pelajar, 2002.
Francis Fukuyama, The End Of History and The Last Man, alih bahasa M.H. Amrullah, cet. ke-3, Yogyakarta: Qalam, 2004.
I. Wibowo dan Francis Wahono (ed.), Neoliberalisme, Yogyakarta: CPRC, 2003.
Ibnu Khaldūn, Muqaddimah, alih bahasa Ahmadie Thoha, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1986.
John Madeley, Loba, Keranjingan Berdagang; Kaum Miskin Tumbal Perdagangan Bebas, alih bahasa JD. Bowo Santoso, Yogyakarta: CPRC, 2005.
Kevin Danaher, Demokratisasi Perekonomian Global, Gerakan Masyarakat Sipil Global Menentang Bank Dunia & IMF, Yogyakarta: CPRC, 2006.
Kevin P.  Clements, Teori Pembangunan dari kiri ke kanan, Yogyakartta, pustaka pelajar, 1999.
Mansour Fakih, Jalan Lain: Manifesto Intelektual Organik, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002.
Mansur Fakih, Bebas dari Neoliberalism, Yogayakrta: INSIST Press, 2003.
Martin Khor, Globalisasi Dan Krisis Pembangunan Berkelanjutan, alih bahasa AB. Widyanto, Yogyakarta: CPRC, 2001.
Sajogya, Ekososiologi Reideologisasi teori, restrukturisasi aksi (petani dan perdesaan sebagai kasus Uji), Yogyakarta: CPRC, 2006.
Undang-undang  No. 7 tahun 1994.




Fundamentalisme Islam; Antara Aksi dan Reaksi

Istilah Fundamentalisme bukan fenomena baru lagi, istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh akademisi barat dalam konteks kesejarahan keagamaan dalam masyarakatnya sendiri. Istilah fundamentalisme ini muncul pertama kali dikalangan penganut kristen protestan di Amerika Serikat, sekitar tahun 1901. Fundamentalisme dianggap sebagai aliran yang berpegang teguh pada “fundamen” agama kristen melalui penafsiran terhadap kitab suci agama itu sendiri secara rigid dan literalis. Mereka ini merupakan bagian dari fenomena response kalangan konservatif terhadap perkembangan teologi liberal-modernisme dan gejala sekularisme. Gerakan ini ditandai dengan terbitnya 12 buku kecil yang berjudul “The Fundamentals : A Testimony of the Truth”, yang sejak saat itu jutaan eksemplar buku-buku tersebut disebarkan. Tulisan ini, oleh para penerjemah dilaporkan menggunakan pendekatan scientifull clerial dari ahli-ahli protestan terhadap studi tentang Injil.

Frans Magnis Suseno memahami fundamentalisme sebagai sebuah pandangan teologis atau penghayatan keagamaan dimana seseorang mendasarkan seluruh pandangan-pandangan dunianya, nilai-nilai hidupnya, pada ajaran ekplisit agamanya. Istilah fundamentalisme dengan merujuk pada tradisi kitab suci erat kaitannya dengan istilah skripturalisme. Seperti yang dituturkan Karen Armstrong, fenomena “fundamentalisme” keagamaan ini sungguh mengejutkan di akhir abad ke-20. Fundamentalisme yang dimaksud tidak hanya terjadi dalam agama keluarga semit—Yahudi, Kristen, dan Islam—tetapi di seluruh agama-agama “formal” dunia. Fundamentalisme agama adalah keinginan kuat kembali ke ajaran fundamental agama, dan upaya mempertahankan serta menegakkan kembali “duplikasi sejarah” pada kondisi saat ini. Lebih jauh Armstrong berpendapat, fundamentalisme tidak hanya sebagai gerakan kembali ke akar, tetapi sebagai gerakan melawan modernitas yang memarginalkan dan mengakibatkan krisis multidimensi.

Dalam pemberian istilah fundamentalisme dalam tradisi Islam, menurut Seyyed Hoesein Nasr, nampak sekali terjadi ambiguitas makna, Fundamentalisme yang pada awalnya berlaku dalam konteks Kristen di Amerika Serikat, kini fundamentalisme telah menjadi ikon sendiri terutama terhadap kelompok agama tertentu yang bersifat konservatif.

Menurut Bassam Tibi, melukiskan dua poin utama dalam tubuh fundamentalisme. Pertama, fundamentalisme agama sebagai sebuah fenomena politik yang tidak terbatas di dunia Islam, adalah politisasi agama yang agresif yang dilakukan demi mencapai tujuan-tujuan agama. Kedua, Fundamentalisme, Islam atau yang lain, hanya bentuk superfisial dari terorisme dan ektrimisme.

Diantara fundamentalisme keagamaan tersebut, gerakan fundamentalisme Islamlah yang paling nampak. Mitos kaum fundamentalis terhadap kemunduran umat muslim ini dijadikan sebagai ideologi gerakan mereka. Menurutnya solusi terhadap masalah kemunduran umat satu-satunya jalan adalah dengan kembali ke Islam. Mengimplementasikan syari’at agama dalam kehidupan pribadi, sosial menurut mereka merupakan obat untuk mengembalikan kejalaan dan kemurnian Islam.

Doktrin sentral dalam ideologi Islam menurut fundamentalisme adalah kedaulatan atau supremasi hukum Tuhan. Fundamentalisme Islam melihat bahwa corak pengaturan doktrin di dalam al-Quran dan Sunnah Nabi telah mancakup semua aspek kehidupan manusia. Satu-satunya tujuan hidup manusia di muka bumi ini adalah merealisasikan perwujudan tuhan dengan melaksanakan hukumnya secara patut dan taat.

Fundamentalisme juga cenderung memandang negatif terhadap pluralitas. Pluralitas yang dimaksud adalah bukan saja diartikan secara internal kaum muslimin sendiri, tetapi juga pluralis pada umumnya, termasuk pluralitas etnik, budaya dan agama. Tokoh-tokoh fundamentalis pada umumnya, secara tegas membagi masyarakat kepada dua golongan. Kedua golongan tersebut sering disebut dengan istilah “masyarakat Islami” dan “masyarakat jahili”. Diantara kedua komunitas ini dipandang mereka tidak ada bentuk kompromi sedikitpun, adaptasi maupun akulturasi.

Dalam pandangan Azyumardi Azra menyebutkan bahwa fundamentalisme Islam tidak sepenuhnya baru dan sangat keliru jika penisbatan kemunculannya semata-mata dikaitkan dengan dunia barat modern. Sebelum munculnya gerakan fundamentalisme kontemporer terdapat gerakan yang mungkin dapat disebut dengan prototype gerakan-gerakan fundamentalisme yang muncul pada masa-masa belakangan. Fundamentalisme Islam pra modern disebabkan oleh situasi dan kondisi tertentu di kalangan umat Islam sendiri. Karena itu ia lebih genuine dan inward oriented, yakni berorientas ke dalam umat Islam sendiri.

Dalam ranah sejarah, fenomena munculnya fundamentalisme Islam sebenarnya merupakan kelanjutan episode dari gerakan Khawarij pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib. Dengan gerakan yang radikal dan ekstrim, kelompok Khawarij dapat disebut sebagai gerakan fundamentalisme Islam klasik yang mempengharuhi gerakan fundamentalisme di sepanjang sejarah. Pada masa berikutnya, gerakan fundamentalisme pra modern muncul di semenanjung Arabia, di bawah pimpinan Muhammad bin ‘Abd al- Wahhab (1703-1792). Gerakan ini banyak dipengaruhi gagasan Ibnu Taimiah. Dengan ketokohan Ibnu ‘Abd al-Wahhab, gerakan wahhabi berhasil menggusur tema memurnikan Islam dari tahayul, bid’ah dan khurafat dan mendorong gerakan ini menjadi radikal. Dalam melancarkan gerakannya, Ibnu ‘Abd al-Wahhab melakukan koorporasi dengan Ibnu Sa’ud. Keduanya menggemakan gerakan jihad kepada kaum Muslimin dan menghancurkan segala bentuk praktek keagamaan yang dianggap telah menyimpang dari ajaran Islam yang ‘murni’. Gerakan wahabbisme kemudian menemukan bentuk modernnya pada gerakan Salafiyyah sebagaimana dikumandangkan oleh Rasyid Ridha. Kemunculan gerakan ini pada dasarnya berupaya untuk membangkitkan kembali kehidupan para sahabat Nabi sebagai tipe ideal.
Sedangkan gerakan fundamentalisme kontemporer lebih banyak sebagai respon atas Barat, meskipun tema-tema berkaitan dengan inward oriented tetap menjadi concern dan pilihan ideologis mereka. Gerakan semacam ini dapat kita saksikan pada pola al-Ikhwanul al-Muslimin di Mesir dengan Hassan al-Banna dan Sayyid Qutb sebagai kontributor idiologinya dan gerakan fundamentalisme lainnya.

Lahirnya al-Ikhwanul al-Muslimin (persaudaraan muslim) sebagai sebuah organisasi garda depan kebangkitan Islam di Mesir dianggap sebagai cikal bakal lahirnya “fundamentalisme” Islam, khususnya di Timur Tengah. Al-Ikhwanul al-Muslimin didirikan di Ismailiyah (Mesir) pada tahun 1928 oleh Hasan Al-Banna (1906-1949) yang nama lengkapnya Hasan bin Ahmad bin Abdurrahman Al-Banna. Al-Ikhwanul al-Muslimin semula merupakan sebuah jamaah yang murni relegius dan filantropis, yang bertujuan menyebarkan moral Islam dan amal baik. Kemunculan al-Ikhwanul al-Muslimin merupakan respons terhadap berbagai perkembangan yang terjadi di dunia Islam (khususnya Timur Tengah), berkaitan dengan makin luasnya dominasi kaum imperialis barat.

Pembentukan militansi al-Ikhwan al-Muslimun didasari oleh keimanan yang berdasarkan pada al-Qur’an dan as-Sunnah. Ada tiga hal yang esensial dalam teori pembentukan militansi jiwa muslim dalam gerakan al-Ikhwan al-Muslimun yaitu intelektual, spekfiksi nilai-nilai warisan Islam dan konsistensi anggotanya terhadap agama.
Hassan Al-Banna percaya bahwa kelemahan dan kerentanan dunia muslim terhadap dominasi dunia barat disebabkan karena terjadinya penyimpangan kaum muslim dari ajaran-ajaran Islam ‘sejati’. Namun, disisi lain, ia cenderung membenarkan system demokrasi parlementer ala Barat, kendati pada saat yang sama menolak diberlakukannya system multipartai di negara Islam.

Pada tahun 1933, al-Ikhwan al-Muslimun berubah menjadi sebuah gerakan politik dengan meniadakan unsur-unsur non politik, sekalipun dengan tetap mempertahankan gelar mursyid (pembimbing) bagi para pemimpin terutama bagi al-Banna selaku mursyid ‘am (pembimbing umum) disamping itu juga, dalam al-Ikhwan al-Muslimun, terdapat organisasi khusus (at-Tanzim al-Khasy). Organisasi khusus ini, merupakan semacam organisasi militer al-Ikhwan al-Muslimun yang pada tahun 1936 ketika terjadi pemberontakan Arab di Palestina, pasuka khusus ini mendemontrasikan kemampuan dan persejataannya.

Pada akhir 1968 dan awal 1949, al-Ikhwan al-Muslimun mulai melancarkan serangan terhadap kepentingan Inggris dan Yahudi di Mesir, yang menyebabkan konfrontasi antara al-Ikhwanul al-Muslimin dan pemerintahan Mesir, tercapai puncaknya dengan terbunuhnya Perdanma Menteri Mahmud Fahmi Al-Nuqrasyi dan Al-Banna sendiri. Terjadinya Revolusi 1952 di Mesir tidak mensyurutkan konflik antara al-Ikhwanul al-Muslimin dan rezim baru di Mesir, bahkan pada tahun 1954 dan 1965 justeru terjadi konfrontasi berdarah, dimana banyak anggota al-Ikhwanul al-Muslimin yang ditahan, disiksa dan dibunuh oleh rezim Gammal Abdul Nasser. Salah satu yang ditahan pada masa itu adalah idiolog al-Ikhwanul al-Muslimin, Sayyid Quth. Pada tingkat ideologis umumnya, penahanan Quthb dan tokoh-tokoh al-Ikhwanul al-Muslimin lannya mendorong dilakukannya revisi terhadap pemikiran al-Ikhwanul al-Muslimin yang bagian terbesarnya dipengaruhi oleh kebencian kepada rezim pemerintah.

Sayyid Quthb memilih concern terhadap gerakan fundamentalisme Islam dan menjadikan al-Ikhwanul al-Muslimin sebagai kendaraan politik dan sekaligus membumikan pemikiran dan aksi gerakan pembangkitan Islamnya. Quthb ternyata memiliki doktrin sentral mengenai konsep “jahiliah modern”, hubungan Islam dan bahaya kapitalisme yang diadopsi dari Abu ‘Ala al-Maududi pada tahun 1939. Melalui karya al-Maududi seperti Jihad In Islam, Islam and Jahiliyah dan The Principle of Government dan karya muridnya, Abu Hasan ‘Ali al-Nahdwi, pemikiran Quthb dipengaruhi terutama ketika menulis karyanya The Stuggle Between Islam and Capitalism. Paradigma inilah yang mendorong masuknya Quthb ke komunitas al-Ikhwanul al-Muslimin.

Gagasan sentralnya yang mengikuti al Maududi dan al Nadwi membuat Quthb makin gencar mengkampanyekan anti barat. Bahkan ia memiliki prinsip yang kuat bahwa Islam sudah saatnya menumpas jahiliyah modern yang menurutnya sama dengan jahiliyyah periode awal sebelum Islam. Untuk meneguhkan kembali cita-cita idealnya, Quthb menyusun strategi perjuangan; Pertama, masyarakat muslim harus memiliki sense of crisis dan melakukan perubahan fundamental dan radikal. Hal ini dilakukan untuk memperkuat basis pengetahuan komunitas muslim berkaitan dengan nilai-nilai dasar, moral dan etika Islam. Kedua, Jihad dijadikan sebagai strategi untuk menumbangkan dominasi modernitas. Semua upaya ini dilakukan dalam rangka supremasi syari’ah sehingga mendapat tempat di khalayak kaum muslim. Chairullizza


Bahan Bacaan

Asghar Ali Engineer, Islam dan Teologi Pembebasan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006.
Azyumardi Azra, “Fenomena Fundamentalisme dalam Islam: Survey Historis dan Doktrinal”, Jurnal Ulumul Qu’an, Nomor 3, Vol. IV, th. 1993. :19
______________, Pergolakan Politik Islam dari Fundamentalisme hingga Post-Modernisme, Jakarta: Paramadina, 1996
Bassam Tibi, The Chellenge of Fundamentalism: Political Islam and the New World Disorder, California: Uinivercity Of California, 1998.
Hasan Al-Banna, Memoara al-Banna Untuk Dakwah dan Para Dai’nya, terj. Salafuddin Abu Sayyid & Hawin Murtadha, cet. II, Solo: Era Intermedia, 1999.
______________, Risalah Pergerakan Islam Ikhwanul Muslimin ,terj. Anis Matta, Surakata: Era Inter Media, 1999.
Karen Armstrong, Berperang Demi Tuhan; Fundamentalisme dalam Islam, Kristen, dan Yahudi, alih bahasa Sutris Wahono dkk., Bandung: Mizan, 2000.
Riza Sihbudi, Menyandera Timur Tengah, Bandung: Mizan, 2007.
Tohir Rahmat Ashari, Konsep Pergerakan Al-Ikhwanuul Muslimun: Upaya Mengenal Hasan al-Banna Lebih Dekat, dalam Islam Garda Depan; Mozaik Pemikiran Islam Timur Tengah, M. Aunul Abid Shah, cet.I, Bandung: Mizan, 2000.

Selasa, 18 Oktober 2011

Baron Sekeber dan Ancaman Kekuasaan


Baron Sekeber, nama ini tentunya tidak asing bagi mereka yang suka menikmati kesenian tradisional ketoprak. Narasi tentang Baron Sekeber sering dijadikan lakon dalam pertunjukan ketoprak didaerah maupun siaran radio yang dulu sering diputar di Radio Republik Indonesia (RRI). Bahkan ketoprak humornya pelawak Timbul pernah mengangkat lakon Baron Sekeber untuk dipentaskan, dengan menampilkan seorang bule yang berperan menjadi lakon-nya. Menarik memang berusaha cari tahu tentang legenda daerah kelahiran sendiri. Dari rasa penasaran, akupun mencari narasi lain tentang Baron Sekeber, kubaca salah satu tumpukan buku yang ada disampingku, buku terbitan UNNES PRESS tahun 2009 berjudul “Kisah-kisah Lama dari Pati” dengan penulis Praba Hamsara dan Eva Banowati. Tulisan tentang Baron Sekeber ada didalamnya.

Dari legenda rakyat Pati yang sumber referensinya diambil dari Serat Babat Pati, Baron Sekeber merupakan seorang bangsawan dari negeri Belanda. Ia merupakan anak terakhir dari empat bersaudara. Kakak yang pertama bernama Baron Sukmul, seorang raja di negeri Belanda tepatnya di kota Amsterdam. Yang kedua bernama Baron Sekeder menjadi raja di Spanyol membawahi Inggris. Kakak ketiga bernama Baron Setember, menjadi patih Baron Sekeder. Sedangkan Baron Sekeber menolak jabatan politis pemerintahan tawaran saudaranya. Ia mempunyai ambisi untuk menginvasi kerajaan yang berada di pulau Jawa, bernama Mataram, yang saat itu dipimpin oleh rezim Panembahan Senopati. 

Dalam upaya penaklukan Mataram pada abad ke -16, yang dilakukan adalah dengan perang tanding adu kesaktian antara Baron Sekeber dan Panembahan Senopati. Namun dalam prosesnya, Baron melarikan diri secara sepihak menuju ke arah utara, kearah gunung Muria di Kudus, tepatnya di atas bukit Patiayam. Ia bermaksud untuk bertapa di dalam sumur yang berada didepan mulut Gua bukit tersebut. Dari ketinggian, keindahan kota Pati telah menggoda Baron dari pertapan-nya dan kemudian ia memutuskan untuk turun gunung menuju kota tersebut. 

Dalam perjalananya di desa Kemiri, didapati seorang gadis kiranya lebih mendekati peranakan jawa-pati, kulit coklat sawo matang, rambut panjang dan kedua mata indah, membuat Baron berasumsi demikian. “Rara Suli” demikian nama panggilannya. Gadis tersebut adalah anak dari seorang janda di desa Kemiri - Pati. Dari proses perkenalan, akrab, berkencan dan selanjutnya tidur bareng di rumah sang janda hingga berhari-hari, bermalam-malam sampai akhirnya Rara Suli hamil diluar nikah. Dari kehamilannnya ini lahir anak kembar laki-laki yang diberi nama Danurwenda dan Sirwenda. Masyarakat yang geram atas kehadiran anak kembar dari seorang gadis tanpa suami, akhirnya melaporkan kepada penguasa Pati, Raden Adipati Jayakusuma. 

Atas desakan masyarakat, akhirnya sang Adipati Pati memboyong ibu dan kedua bayinya ke istana. Dalam usianya yang baru berumur tiga tahun, kedua anak tersebut sudah menunjukkan bakat dan kemampuan yang luar biasa dalam memanah dan mampu masuk ke dalam tempayan kecil milik salah seorang ulama setempat. Atas nasihat dari guru Raden Adipati Jayakusuma, kedua anak tersebut sebaiknya disirnakan (dibunuh) sebab akan membahayakan kekuasaan sang adipati di kemudian hari. Akhirnya, kedua anak tersebut tewas ditangan sang Adipati.

Mendengar kematian kedua anaknya yang dibunuh oleh Adipati Pati, Baron marah besar dan duel maut tak terhindarkan. Mereka saling adu ketrampilan dan kesaktian. Selanjutnya dalam adu kesaktian dengan cara menyelam ke laut, Baron Sekeber kalah. Kata seorang simbah desaku, konon kekalahan Baron dikarenakan waktu menyelam Jayakusuma bersembunyi di  sebuah gua. Konsekuensinya sesuai dengan perjanjian, barang siapa yang kalah harus bersedia diperbudak oleh yang menang. Dan akhirnya Baron Sekeber menjadi budak Jayakusuma. 

Inilah salah satu legenda dari Pati, sebuah kota kecil di pulau jawa bagian utara, salah satu kota yang terlintasi proyek pembangunan jalan Daendels pada era kolonial dan sekarang dikenal dengan nama “jalur pantura”. 

Legenda memang bukan fakta sejarah, sebuah karya sastra tendensius, subyektif, yang mengandung maksud-maksud tertentu semata dan bersifat keperpihakan. Tapi bukan berarti sebuah legenda tidak berguna sama sekali, ada pesan-pesan moral yang hendak disampaikan oleh penuturnya sebagai penuntun dalam menjalankan disetiap aspek kehidupan. Seperti halnya legenda Baron Sekeber dari Pati diatas, dari beberapa pesan moral yang ada, ada dua catatan yang menarik, Pertama, apabila ada orang yang dapat membahayakan dan mengancam eksistensi kekuasaan seseorang maka orang tersebut sebaiknya dimusnahkan seperti yang dialami oleh kedua anak Baron Sekeber. Pembunuhan ini dilakukan oleh penguasa Senopati Jayakusuma yang bertujuan untuk antisipasi dalam melanggengakan status quo. Dalam ilmu politik, uraian tentang tindakan atau cara seseorang yang menghalalkan segala cara guna merebut dan mempertahankan sebuah kekuasaan dapat dijumpai dalam buku Il Principle (Sang Pangeran). Buku yang menjadi maestro dan terkenal ini merupakan karangan seorang filsuf Italia bernama Niccolo Machiavelli. Konon buku ini menjadi kitab suci para pemimpin negara diktator di dunia. Kedua, sebuah kekalahan akan membawa konsekuensi dengan ter-eksploitasi atas dirinya. Inilah yang dialami Baron Sekeber, menjadi budak sang penguasa. Sebuah pilihan pahit dalam kehidupan. Atau mungkin lebih tepatnya tidak ada pilihan lain selain menjadi budak karena kekalahannya. Sebuah ongkos sosial yang mahal...!!!! 

Chairullizza
Pati, 15 September 2010 [03.00 pm]

Antara “Kita” dan Yokomato


Bukan aku, kamu atau dia. Tapi lebih tepatnya “kita”, sekumpulan anak kos yang lagi belajar tentang kehidupan di kota Gudeg 2009 awal.
Melihatnya, orang pasti akan bernafsu dan berhasrat untuk memilikinya. Dari cahaya redup, kulitnya terlihat gelap dan terasa halus, badannya sedikit kenyal dan bodinya tak kalah indah dengan barang lokal. Didengar dari namanya, orang akan berasumsi bahwa ia bukan berasal dari jawa. “Yokomato”,  kita memanggilnya, yang kata banyak orang berasal dari Taiwan dan baru beberapa hari di Jogja. Dia hadir disaat kejenuhan menghampiri kita akibat semakin bising dan ramainya kota Jogja. Saat itu, pelindung yang dikenakan berwarna biru dengan beberapa patah kata tulisan berwarna hitam- putih. Ia tidak sendirian, banyak teman bersamanya mulai dari ukuran sampai usia pemakai-nya. Hanya dengan mengeluarkan beberapa rupiah saja, orang akan mendapatkan kepuasan servis saat “menaikinya”.
Kita bukan berperan sebagai penikmat tapi lebih kepada penyedia layanan jasa, tepatnya sebagai penghubung. Untuk mendapatkan “Yokomato”, orang bisa hanya menekan beberapa digit nomor telepon, transaksi dan Yokomato akan kita antar. Tapi kebanyakan kita yang datang dan menawarkan.
Dalam melakukan aktifitas menjajakan Yokomato kepada lelaki hidung belang, di seluruh Jogja, kita terbagi menjadi dua tim. Ini adalah strategi pemasaran biar lebih efektif dan efisien. Kita memulai dari ujung selatan – timur Jogja, jika ditelusuri ke arah utara akan sampai ke peninggalan candi bersejarah Prambanan. Perjalannya kita mulai daerah jl. Wonosari Piyungan. Seterusnya, kita sampai di sekitar stadium kebanggaan warga Sleman, tepatnya di selatan stadiun Maguwoharja. Dalam perjalanan, sesekali kita berhenti untuk sekedar menghabiskan sebatang rokok. Satu hari bersama Yokomato saat itu sangatlah menyenangkan, sepanjang perjalanan kami puas hanya sekedar meliriknya. Ada satu Yokomato seakan mengundang untuk selalu inggin diperhatikan, kehadirannya yang selalu mengikuti kemanapun kita pergi menjadi medan magnet yang daya tariknya begitu kuat, terlebih pada penampilan yang dia hadirkan. Asumsi itu tidak tepat, dari gelegat gayanya, seakan dia sudah berkeinginan untuk segera pindah tangan, tidak bersama kita lagi. Mengikuti jejak temannya yang lain, yang sudah laku dan pindah ke tangan laki-laki hidung belang.
Melihat peluang bisnis yang menjanjikan, kita pun buka perkantoran kecil sebagai tempat koordinasi dan tukar informasi. Bukan sewa atau beli lahan untuk kantor, tapi dengan menyulap sebuah sudut ruangan kecil tempat kami tinggal. Tepatnya di daerah Pugeran, Maguwoharjo. Didalam rumah yang berwarna hijau itu, Yokomato berjejer manis dan berbaris rapi disamping sofa berwarna merah. Kalaupun ada coustamer yang datang dan duduk di sofa, mereka akan mendapatkan dua pemandangan yang menarik. Selain Yokomato, disampingnya juga dapat menikmati film atau sinetron yang menegangkan dari sebuah kotak kecil ukuran 14 inci. Ya, sebuah televisi buatan pabrikan Cina. Selain mendapatkan dua kenikmatan tadi, coustomer akan mendapatkan fasilitas tambahan dengan request lagu yang berasal dari salah satu kamar. Bebas, semua lagu ada, mulai dari dangdut sampai rock, mulai dari kroncong sampai RnB bahkan untuk mereka yang suka menikmati lagu relegi juga tersedia.   
Harga yang kita tawarkan untuk satu Yokomato tidaklah mahal, lebih murah dibanding dengan barang lokal. Penghasilan yang kita dapatkan pun tidaklah banyak, hanya beberapa persen dari uang hasil menjajakan Yokomato. Selebihnya diserahkan kepada seorang kolega, orang yang mendatangkan Yokomato ke Jogja, yang jaraknya hanya beberapa kilometer ke arah selatan dari tempat kita tinggal. Mr. D namanya. 
Inilah sebuah kenangan kebersamaan kita bersama Yokomato. Sebuah merek dagang, tepatnya merek “ban dalam sepeda montor” yang pernah kita pasarkan, meskipun hanya beberapa hari saja. Kita datangi satu toko ke toko lain menawarkan Yokomato layaknya seorang sales. Kebanyakan para pembeli Yokomato, kita menyebutnya “laki-laki hidung belang”. Mereka bukan seorang playboy atau para penikmat kepuasan para perempuan. Mereka kebanyakan masyarakat yang berprofesi sebagai tukang tambal ban dan montir bengkel –kebanyakan saat kami menjumpainya, wajahnya terdapat belang akibat terkena oli bekas--. Kondisi inilah kenapa kita menyebutnya mereka sebagai laki-laki hidung belang.
Aktifitas ini, berawal dari rasa “iseng” yang pada akhirnya tidak sedikit pengalaman serta ilmu yang kita dapatkan. Sebuah tantangan dalam mempraktekkan ilmu marketing, yang slama ini tidak pernah kita dapatkan di bangku kuliah. Kenangan itu sampai sekarang tak dapat terlupakan kawan…!!!. Ketika ingat “Yokomato” akan ingat pula Indra, Ismail, Abas, Iip, Kang Muis dan Dido. Ha….ha…., tawa pun tak terhindarkan, meskipun tak bersama kalian. Semoga kebahagiaan dan kesuksesan selalu menyertai kita semua. Amin. Man Jadda WaJadda…!!!

Chairullizza
Pati, 26 Sepetember 2010

Senin, 17 Oktober 2011

Ketika Manusia Berusaha Menjadi "Tuhan"


Malam ini cuaca terasa dingin disertai dengan gerimis kecil. Bulan pun enggan untuk menampakkan diri, ia lebih memilih bersembunyi dibalik mendung. Aku berada di rumah teman perempuan desa sebelah, dua km ke arah utara dari desa tempat aku tinggal. Usianya lebih muda enam tahun dibawahku, tepat pada malam ini umurnya memasuki 20 tahun. Dia adalah mahasiswi perguruan tinggi swasta di Jogja, yang baru aku kenal beberapa bulan dari jejaring pertemanan FB. Secangkir teh panas dan kue kering yang masih terbungkus plastik, menjadikan suasana malam ini lebih sedikit hangat. Sesekali kuhisap rokok buatan pabrikan kota Kudus di jepitan diantara jari kiriku, sekedar untuk menghilangkan rasa grogi. Dari celah pintu, kulihat jarum jam di dinding menunjukkan pukul 8 malam. Tak lama kemudian, dari arah pukul sembilan dari teras tempat aku duduk, datang dua mobil berplat nomor ”H” warna hitam menuju ke rumah sebelah. Ada beberapa orang yang keluar dari mobil, jumlahnya delapan orang dan tak satupun kulihat ada anak kecil. Kedua orang tua temenku juga ikut keluar rumah menuju rumah tersebut yang jaraknya hanya beberapa meter. Belakangan aku ketahui, rumah itu adalah milik nenek temen perempuanku, yang sekarang lagi berbaring sakit di Rumah Sakit.
Ekspresi wajah temen perempuanku berubah seketika, terlihat gelisah dan pucat layu. “Mereka yang datang adalah paman dan bibiku dari Semarang. Malam ini ada pertemuan keluarga untuk mencari jalan keluar bagaimana cara terbaik untuk mengakhiri perderitaan nenek, mempermudah kematian nenek karena kasihan kalau melihatnya. Kami semua sangat sayang padanya, jalan ini mungkin yang terbaik buat nenek. Nenekku itu orang jawa kuno, kata ibu, nenek memiliki ilmu kesaktian kejawen. Kondisinya sekarang sangat memprihatinkan, sudah lama tak sadarkan diri di ICU. Sakitnya banyak, komplikasi…..” katanya. Bola mata indahnya berkaca-kaca, sesekali tetesan air matanya keluar menelusuri lekukan pipi sebelah kanan. Tak banyak yang aku bisa lakukan, aku hanya bisa terdiam, mendengarkan dan berusaha merasakan kesedihan yang seharusnya hari ini menjadi hari bahagia merayakan ulang tahun-Nya. Sikap pasif yang jarang aku alami.
Memang, tidak sedikit orang jawa kuno yang memiliki ilmu kesaktian (masyarakat lokal menyebutnya gembolan) - kata banyak orang -- orang ini sulit meninggal jika ilmu kesaktian dalam tubuhnya belum sepenuhnya hilang, meskipun dalam kondisi sakit parah. Seperti yang dialami oleh salah satu kerabat kakekku beberapa tahun silam. “Mbah Kie” panggilannya. Seorang perempuan jawa yang rumahnya sekitar enam km ke arah selatan dari desaku. Dari cerita anak dan keponakannya, beliau memiliki banyak ilmu kesaktian sejak masa mudanya. Ketika aku tanya salah satu-Nya, mereka enggan memberitahuku, seakan menjadi sesuatu yang pantas untuk dirahasiakan. Saat itu kondisi sang nenek menghadapi “sakratul maut”, berbaring lemah di balai jati. Atas saran dari seseorang, keluarga diminta mendatangi “orang pintar” meminta sesuatu untuk menghilangkan ilmu kesaktian sang nenek, biar diberi kemudahan waktu meninggalnya. Orang pintar yang didatangi itu –dari pengamatanku lebih mendekati sosok “kiai” dan didepan rumahnya terdapat bangunan masjid-- memberikan selembar kertas dengan beberapa tulisan yang lebih mendekati tulisan arab. Atas saran orang pintar tadi, tulisan itu dibaca di dekat sang nenek. Dan tak lama kemudian, sang nenek dengan tenang meninggal dunia. Bagaimana bisa? tanyaku dalam hati. Tapi inilah yang dipercayai mereka, sesuatu yang sulit untuk aku mengerti. Wallahu A’lam
Berbeda dengan cara “orang pintar” tadi, dalam dunia kedokteran, mengakhiri hidup seseorang dengan cara yang mudah tanpa rasa sakit dikenal dengan istilah euthanasia, sering disebut juga dengan mercy killing, a good death, atau enjoy death (mati dengan tenang). Bagi mereka yang setuju menganggap bahwa euthanasia merupakan pilihan terbaik yang sangat manusiawi, sementara yang tidak setuju menganggapnya tindakan yang tidak manusiawi yang bertentangan dengan nilai-nilai moral, etika dan agama. Secara etimologis euthanasia berarti kematian dengan baik tanpa penderitaan, maka mengadakan euthanasia arti sebenarnya bukan untuk menyebabkan kematian, namun untuk mengurangi atau meringankan penderitaan orang yang sedang menghadapi kematiannya. Akan tetapi dalam perkembangan istilah selanjutnya, euthanasia lebih menunjukkan perbuatan yang membunuh karena belas kasihan, maka menurut pengertian umum sekarang ini, euthanasia dapat diterangkan sebagai pembunuhan yang sistematis karena kehidupannya merupakan suatu kesengsaraan dan penderitaan. Inilah konsep dasar dari euthanasia yang kini maknanya berkembang menjadi kematian atas dasar pilihan rasional seseorang.
Dari beberapa literatur yang pernah aku baca, euthanasia ini bisa ditinjau dari berbagai aspek seperti cara pelaksanaanya, dari mana datang permintaan, sadar tidaknya pasien dan lain-lain. Pertama, Euthanasia aktif. Adalah perbuatan yang dilakukan secara aktif oleh dokter untuk mengakhiri hidup seorang (pasien) yang dilakukan secara medis. Biasanya dilakukan dengan penggunaan obat-obatan yang bekerja cepat dan mematikan seperti memberi tablet sianida atau suntikan zat yang segera mematikan, selain itu juga bisa dengan mencabut oksigen atau alat bantu kehidupan lainnya. Kedua, Euthanasia pasif adalah perbuatan menghentikan atau mencabut segala tindakan atau pengobatan yang perlu untuk mempertahankan hidup manusia, sehingga pasien diperkirakan akan meninggal setelah tindakan pertolongan dihentikan. Ketiga, Euthanasia jenis ini adalah Penghentian tindakan pengobatan atau mempercepat kematian atas permintaan sendiri. Keempat, Euthanasia involunter adalah jenis euthanasia yang dilakukan pada pasien dalam keadaan tidak sadar yang tidak mungkin untuk menyampaikan keinginannya. Dalam hal ini dianggap famili pasien yang bertanggung jawab atas penghentian bantuan pengobatan. Perbuatan ini sulit dibedakan dengan perbuatan kriminal.
Dalam kode etik kedokteran Indonesia telah dikatakan bahwa "Seorang dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani". Dengan kata lain, dokter tidak boleh bertindak sebagai Tuhan (don’t play god). Medical ethics must be pro life, not pro death. Dokter adalah orang yang menyelamatkan atau memelihara kehidupan, bukan orang yang menentukan kehidupan itu sendiri (life savers, not life judgers). Bila dirasakan penyakit pasien sudah tidak dapat disembuhkan kembali, maka lebih baik dokter membiarkan pasien meninggal dengan sendirinya. Tidak perlu mengakhiri hidupnya. Akan tetapi, perawatan (pengobatan) seperlunya masih tetap dilakukan. Asalkan jangan mengada-ada melakukan tindakan medis (yang sebetulnya tindakan itu sudah tidak diperlukan lagi), apalagi dengan motif-motif tertentu, misalnya mencari keuntungan sebesar-besarnya di atas penderitaan orang lain.
Untuk temen perempuanku, hidup matinya seseorang ada ditangan Tuhan. Semoga Tuhan memberi kesembuhan kepada sang nenek. Amin…!! Happy Birthday…….

Chairullizza
Pati, 28 September 2010

CATATAN RULLY