"TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA, SEMOGA BERMANFAAT...!! SALAM"

Selasa, 18 Oktober 2011

Baron Sekeber dan Ancaman Kekuasaan


Baron Sekeber, nama ini tentunya tidak asing bagi mereka yang suka menikmati kesenian tradisional ketoprak. Narasi tentang Baron Sekeber sering dijadikan lakon dalam pertunjukan ketoprak didaerah maupun siaran radio yang dulu sering diputar di Radio Republik Indonesia (RRI). Bahkan ketoprak humornya pelawak Timbul pernah mengangkat lakon Baron Sekeber untuk dipentaskan, dengan menampilkan seorang bule yang berperan menjadi lakon-nya. Menarik memang berusaha cari tahu tentang legenda daerah kelahiran sendiri. Dari rasa penasaran, akupun mencari narasi lain tentang Baron Sekeber, kubaca salah satu tumpukan buku yang ada disampingku, buku terbitan UNNES PRESS tahun 2009 berjudul “Kisah-kisah Lama dari Pati” dengan penulis Praba Hamsara dan Eva Banowati. Tulisan tentang Baron Sekeber ada didalamnya.

Dari legenda rakyat Pati yang sumber referensinya diambil dari Serat Babat Pati, Baron Sekeber merupakan seorang bangsawan dari negeri Belanda. Ia merupakan anak terakhir dari empat bersaudara. Kakak yang pertama bernama Baron Sukmul, seorang raja di negeri Belanda tepatnya di kota Amsterdam. Yang kedua bernama Baron Sekeder menjadi raja di Spanyol membawahi Inggris. Kakak ketiga bernama Baron Setember, menjadi patih Baron Sekeder. Sedangkan Baron Sekeber menolak jabatan politis pemerintahan tawaran saudaranya. Ia mempunyai ambisi untuk menginvasi kerajaan yang berada di pulau Jawa, bernama Mataram, yang saat itu dipimpin oleh rezim Panembahan Senopati. 

Dalam upaya penaklukan Mataram pada abad ke -16, yang dilakukan adalah dengan perang tanding adu kesaktian antara Baron Sekeber dan Panembahan Senopati. Namun dalam prosesnya, Baron melarikan diri secara sepihak menuju ke arah utara, kearah gunung Muria di Kudus, tepatnya di atas bukit Patiayam. Ia bermaksud untuk bertapa di dalam sumur yang berada didepan mulut Gua bukit tersebut. Dari ketinggian, keindahan kota Pati telah menggoda Baron dari pertapan-nya dan kemudian ia memutuskan untuk turun gunung menuju kota tersebut. 

Dalam perjalananya di desa Kemiri, didapati seorang gadis kiranya lebih mendekati peranakan jawa-pati, kulit coklat sawo matang, rambut panjang dan kedua mata indah, membuat Baron berasumsi demikian. “Rara Suli” demikian nama panggilannya. Gadis tersebut adalah anak dari seorang janda di desa Kemiri - Pati. Dari proses perkenalan, akrab, berkencan dan selanjutnya tidur bareng di rumah sang janda hingga berhari-hari, bermalam-malam sampai akhirnya Rara Suli hamil diluar nikah. Dari kehamilannnya ini lahir anak kembar laki-laki yang diberi nama Danurwenda dan Sirwenda. Masyarakat yang geram atas kehadiran anak kembar dari seorang gadis tanpa suami, akhirnya melaporkan kepada penguasa Pati, Raden Adipati Jayakusuma. 

Atas desakan masyarakat, akhirnya sang Adipati Pati memboyong ibu dan kedua bayinya ke istana. Dalam usianya yang baru berumur tiga tahun, kedua anak tersebut sudah menunjukkan bakat dan kemampuan yang luar biasa dalam memanah dan mampu masuk ke dalam tempayan kecil milik salah seorang ulama setempat. Atas nasihat dari guru Raden Adipati Jayakusuma, kedua anak tersebut sebaiknya disirnakan (dibunuh) sebab akan membahayakan kekuasaan sang adipati di kemudian hari. Akhirnya, kedua anak tersebut tewas ditangan sang Adipati.

Mendengar kematian kedua anaknya yang dibunuh oleh Adipati Pati, Baron marah besar dan duel maut tak terhindarkan. Mereka saling adu ketrampilan dan kesaktian. Selanjutnya dalam adu kesaktian dengan cara menyelam ke laut, Baron Sekeber kalah. Kata seorang simbah desaku, konon kekalahan Baron dikarenakan waktu menyelam Jayakusuma bersembunyi di  sebuah gua. Konsekuensinya sesuai dengan perjanjian, barang siapa yang kalah harus bersedia diperbudak oleh yang menang. Dan akhirnya Baron Sekeber menjadi budak Jayakusuma. 

Inilah salah satu legenda dari Pati, sebuah kota kecil di pulau jawa bagian utara, salah satu kota yang terlintasi proyek pembangunan jalan Daendels pada era kolonial dan sekarang dikenal dengan nama “jalur pantura”. 

Legenda memang bukan fakta sejarah, sebuah karya sastra tendensius, subyektif, yang mengandung maksud-maksud tertentu semata dan bersifat keperpihakan. Tapi bukan berarti sebuah legenda tidak berguna sama sekali, ada pesan-pesan moral yang hendak disampaikan oleh penuturnya sebagai penuntun dalam menjalankan disetiap aspek kehidupan. Seperti halnya legenda Baron Sekeber dari Pati diatas, dari beberapa pesan moral yang ada, ada dua catatan yang menarik, Pertama, apabila ada orang yang dapat membahayakan dan mengancam eksistensi kekuasaan seseorang maka orang tersebut sebaiknya dimusnahkan seperti yang dialami oleh kedua anak Baron Sekeber. Pembunuhan ini dilakukan oleh penguasa Senopati Jayakusuma yang bertujuan untuk antisipasi dalam melanggengakan status quo. Dalam ilmu politik, uraian tentang tindakan atau cara seseorang yang menghalalkan segala cara guna merebut dan mempertahankan sebuah kekuasaan dapat dijumpai dalam buku Il Principle (Sang Pangeran). Buku yang menjadi maestro dan terkenal ini merupakan karangan seorang filsuf Italia bernama Niccolo Machiavelli. Konon buku ini menjadi kitab suci para pemimpin negara diktator di dunia. Kedua, sebuah kekalahan akan membawa konsekuensi dengan ter-eksploitasi atas dirinya. Inilah yang dialami Baron Sekeber, menjadi budak sang penguasa. Sebuah pilihan pahit dalam kehidupan. Atau mungkin lebih tepatnya tidak ada pilihan lain selain menjadi budak karena kekalahannya. Sebuah ongkos sosial yang mahal...!!!! 

Chairullizza
Pati, 15 September 2010 [03.00 pm]

1 komentar:

CATATAN RULLY