Baron
Sekeber, nama ini tentunya tidak asing bagi
mereka yang suka menikmati kesenian tradisional ketoprak. Narasi tentang Baron
Sekeber sering dijadikan lakon dalam pertunjukan ketoprak didaerah maupun
siaran radio yang dulu sering diputar di Radio Republik Indonesia (RRI). Bahkan
ketoprak humornya pelawak Timbul pernah mengangkat lakon Baron Sekeber untuk dipentaskan,
dengan menampilkan seorang bule yang berperan menjadi lakon-nya. Menarik memang
berusaha cari tahu tentang legenda daerah kelahiran sendiri. Dari rasa penasaran,
akupun mencari narasi lain tentang Baron Sekeber, kubaca salah satu tumpukan
buku yang ada disampingku, buku terbitan UNNES PRESS tahun 2009 berjudul “Kisah-kisah
Lama dari Pati” dengan penulis Praba Hamsara dan Eva Banowati. Tulisan
tentang Baron Sekeber ada didalamnya.
Dari
legenda rakyat Pati yang sumber referensinya diambil dari Serat Babat Pati, Baron
Sekeber merupakan seorang bangsawan dari negeri Belanda. Ia merupakan anak
terakhir dari empat bersaudara. Kakak yang pertama bernama Baron Sukmul,
seorang raja di negeri Belanda tepatnya di kota Amsterdam. Yang kedua bernama
Baron Sekeder menjadi raja di Spanyol membawahi Inggris. Kakak ketiga bernama
Baron Setember, menjadi patih Baron Sekeder. Sedangkan Baron Sekeber menolak
jabatan politis pemerintahan tawaran saudaranya. Ia mempunyai ambisi untuk
menginvasi kerajaan yang berada di pulau Jawa, bernama Mataram, yang saat itu dipimpin
oleh rezim Panembahan Senopati.
Dalam
upaya penaklukan Mataram pada abad ke -16, yang dilakukan adalah dengan perang
tanding adu kesaktian antara Baron Sekeber dan Panembahan Senopati. Namun dalam
prosesnya, Baron melarikan diri secara sepihak menuju ke arah utara, kearah
gunung Muria di Kudus, tepatnya di atas bukit Patiayam. Ia bermaksud untuk
bertapa di dalam sumur yang berada didepan mulut Gua bukit tersebut. Dari
ketinggian, keindahan kota Pati telah menggoda Baron dari pertapan-nya dan kemudian
ia memutuskan untuk turun gunung menuju kota tersebut.
Dalam
perjalananya di desa Kemiri, didapati seorang gadis kiranya
lebih mendekati peranakan jawa-pati,
kulit coklat sawo matang, rambut panjang dan kedua mata indah, membuat Baron berasumsi demikian. “Rara Suli” demikian nama panggilannya. Gadis
tersebut adalah anak dari seorang janda di desa Kemiri - Pati. Dari proses
perkenalan, akrab, berkencan dan selanjutnya tidur bareng di rumah sang janda hingga
berhari-hari, bermalam-malam sampai akhirnya Rara Suli hamil diluar nikah. Dari
kehamilannnya ini lahir anak kembar laki-laki yang diberi nama Danurwenda dan
Sirwenda. Masyarakat yang geram atas kehadiran anak kembar dari seorang gadis
tanpa suami, akhirnya melaporkan kepada penguasa Pati, Raden Adipati Jayakusuma.
Atas
desakan masyarakat, akhirnya sang Adipati Pati memboyong ibu dan kedua bayinya
ke istana. Dalam usianya yang baru berumur tiga tahun, kedua anak tersebut sudah
menunjukkan bakat dan kemampuan yang luar biasa dalam memanah dan mampu masuk
ke dalam tempayan kecil milik salah seorang ulama setempat. Atas nasihat dari
guru Raden Adipati Jayakusuma, kedua anak tersebut sebaiknya disirnakan
(dibunuh) sebab akan membahayakan kekuasaan sang adipati di kemudian hari.
Akhirnya, kedua anak tersebut tewas ditangan sang Adipati.
Mendengar
kematian kedua anaknya yang dibunuh oleh Adipati Pati, Baron marah besar dan
duel maut tak terhindarkan. Mereka saling adu ketrampilan dan kesaktian.
Selanjutnya dalam adu kesaktian dengan cara menyelam ke laut, Baron Sekeber
kalah. Kata seorang simbah desaku, konon kekalahan Baron dikarenakan waktu
menyelam Jayakusuma bersembunyi di
sebuah gua. Konsekuensinya sesuai dengan perjanjian, barang siapa yang
kalah harus bersedia diperbudak oleh yang menang. Dan akhirnya Baron Sekeber menjadi
budak Jayakusuma.
Inilah
salah satu legenda dari Pati, sebuah kota kecil di pulau jawa bagian utara,
salah satu kota yang terlintasi proyek pembangunan jalan Daendels pada era kolonial
dan sekarang dikenal dengan nama “jalur pantura”.
Legenda
memang bukan fakta sejarah, sebuah karya sastra tendensius, subyektif, yang
mengandung maksud-maksud tertentu semata dan bersifat keperpihakan. Tapi bukan
berarti sebuah legenda tidak berguna sama sekali, ada pesan-pesan moral yang
hendak disampaikan oleh penuturnya sebagai penuntun dalam menjalankan disetiap
aspek kehidupan. Seperti halnya legenda Baron Sekeber dari Pati diatas, dari
beberapa pesan moral yang ada, ada dua catatan yang menarik, Pertama, apabila
ada orang yang dapat membahayakan dan mengancam eksistensi kekuasaan seseorang
maka orang tersebut sebaiknya dimusnahkan seperti yang dialami oleh kedua anak Baron
Sekeber. Pembunuhan ini dilakukan oleh penguasa
Senopati Jayakusuma yang bertujuan untuk antisipasi dalam melanggengakan
status quo. Dalam ilmu politik, uraian tentang tindakan atau cara
seseorang yang menghalalkan segala cara guna merebut dan mempertahankan sebuah
kekuasaan dapat dijumpai dalam buku Il
Principle (Sang Pangeran). Buku yang menjadi maestro dan terkenal ini
merupakan karangan seorang filsuf Italia bernama Niccolo Machiavelli. Konon
buku ini menjadi kitab suci para pemimpin negara diktator di dunia. Kedua,
sebuah kekalahan akan membawa konsekuensi dengan ter-eksploitasi atas dirinya. Inilah
yang dialami Baron Sekeber, menjadi budak sang penguasa. Sebuah pilihan pahit
dalam kehidupan. Atau mungkin lebih tepatnya tidak ada pilihan lain selain
menjadi budak karena kekalahannya. Sebuah ongkos sosial yang mahal...!!!!
Chairullizza
Pati, 15 September 2010 [03.00 pm]
Mantaab gan... :)
BalasHapus